[BOOK REVIEW] KAMU TAK HARUS SEMPURNA
KAMU TAK HARUS SEMPURNA
![]() |
Cover Buku, Dok Pribadi, 2021 |
Tidak
kah kita menyadari bahwa hari-hari ini, kumpulan individu dalam masyarakat kita
seringkali terlihat berlomba-lomba untuk menjadi yang paling: paling glowing,
paling kaya, paling family goals, paling body goals, paling edgy, paling
up to date, dan intinya, paling sempurna?
Tak
jarang fenomena sosial seperti itu secara bersamaan justru menyebabkan individu
terjebak dalam situasi psikis dimana diri mudah terjerembab dalam kubangan emosi-emosi
negatif seperti takut kalah saing, takut kalah update, takut tidak dihargai
oleh orang lain, dan kemudian kalau menggunakan bahasa gaul anak Twitter, overthinking
yang malah berujung depresi.
Pada
titik itu, kita sering melupakan satu hal bahwa sehebat apapun diri kita,
setinggi apapun pencapaian yang bisa kita raih, selama kita manusia, tetap ada
batasan yang tidak akan pernah kita lampaui, yaitu kesempurnaan. Daripada repot-repot
memikirkan niatan utopis bagaimana kita menjadi sempurna, agaknya lebih arif
bila kita berdamai dengan mengakui kekurangan diri kita dan mengatasi emosi
negatif yang kita rasakan. Kita bisa ubah pola pikir dari “diri sempurna” menjadi
“diri yang lebih baik/produktif”.
Setidaknya,
itulah yang saya bisa refleksikan secara kritis selepas membaca buku berjudul Kamu
Tak Harus Sempurna karya seorang Psikolog, Anastasia Satriyo. Buku terbitan
tahun 2020 ini ringkas, hanya setebal 112 halaman saja namun menawarkan gagasan
dari perspektif disiplin ilmu psikologi untuk bisa mengelola emosi-emosi negatif
dalam diri kita.
Buku
ini terbagi menjadi 28 pembahasan yang bila dibaca dengan jeli pembaca bisa
mengelompokkannya pada dua garis besar: problem-prolem psikis yang muncul akibat
keinginan kita mencapai kesempurnaan dan
bagaimana ide untuk mengatasi masalah tersebut. Pembaca tidak perlu khawatir
bahwa buku ini akan rumit dibaca seperti buku teks perkuliahan karena
penyampaian dibuat sederhana lebih banyak ke arah penggalan penjelasan yang
dibingkai oleh latar yang berwarna.
Lembar
demi lembar pembahasan membuat kita cepat berpikir bahwa ternyata banyak juga
keberagaman problem psikis yang sedang terjadi dan menjangkiti sebagian besar
dari kita, khususnya anak-anak muda di Indonesia. Semuanya cukup relate dengan kehidupan
sosial kita saat ini. Saya ambil contoh bagian pembahasan “Love Series” Susah
Move On (hal 32-37) yang menunjukkan adiksi yang muncul saat kita sedang
jatuh cinta dan apa yang akan diproses oleh otak kala kita mengalami patah hati.
![]() |
Dok Pribadi, 2021 |
Saya
kira, pembaca pasti tidak asing pada siklus gaya percintaan anak muda kekinian
yang banyak versinya seperti ini:
Versi
1
DM-Tuker
Nomer WA/LINE-Chatting-Muncul Rasa Nyaman-Mulai Timbul Masalah Bosan-Merasa
Tidak Cocok-Mulai Menghilang Perlahan (ghosting)-Berakhir Saling Lihat Status
Sosmed Masing-masing-Overthinking
Versi
2
DM-PDKT-Pacaran-Marahan/Tidak
Bisa Menerima Kekurangan-Putus-Saling Dendam (Meng-glowing-kan diri /
pamer pacar baru)
Mari
kita bayangkan betapa mengerikannya nalar berpikir anak muda dalam menjalin
relasi asmara dengan praktik dendam-mendendam seperti itu.
Persoalan
pada tingkat depresi, overthinking, ketidakmampuan mengatasi rasa bersalah /
menerima kekurangan diri bisa dicegah sejak dini oleh praktik-pratik
pengelolaan emosi yang sebenarnya sangat sederhana bisa dilakukan oleh diri
kita sendiri dan banyak ragamnya juga loh. Misal pembahasan tentang Self-Gratitude
(hal 15-16), Bergerak (hal 39-40) hingga Spiritualitas (hal
95-99).
Sebenarnya
masih banyak bagian pembahasan yang bisa digali dengan penjelasan yang lebih
sedikit mendalam dari penulis sehingga pembaca bisa mendapatkan pemahaman yang
lebih signifikan saat pembaca mencoba merefleksikan apakah problem itu
benar-benar sedang ia rasakan atau tidak. Semoga bisa menjadi saran bila ke
depan ingin mengembangkan pembahasan secara fokus pada satu isu atau problem psikis
yang sudah pernah ditampilkan dalam buku ini.
Terlepas
dari kekurangan teknis itu, paling tidak pembaca akan dimanjakan oleh banyak
quotes dari para tokoh, ilmuwan, hingga sang penulis yang relevan dengan
pembahasan. Ukuran font yang tidak membuat mata letih untuk dibaca dan tentu banyak
istilah-istilah dalam dunia psikologi yang bisa menjadi pengetahuan baru bagi
awam seperti konsep Scarcity Mindset & Abundance Mindset, mengenal konsep
ADHD.
Sebagai
penutup, persoalan yang disampaikan dalam buku ini menguatkan apa yang pernah disampaikan
oleh Psikoanalis, Erich Fromm dalam bukunya Man For Himself bahwa
“Masalah moral kita adalah ketidakpedulian kita manusia pada diri sendiri”
sekaligus sebagai seruan bagi kita di era modern ini bahwa kembali memikirkan
diri kita sendiri untuk keluar dari bayang-bayang orang lain dan menemukan
otentikasi diri tidaklah buruk untuk dilakukan.
Bukankah
lelah kalau harus terus-menerus menjadi diri yang bukan diri kita sendiri? Saya
percaya bahwa diri kita tidak sepenuhnya buruk, kita hanya perlu menggali serta
melihat lebih mendalam hal-hal baik di dalam sanubari diri kita sendiri. Oleh
karenanya, sudah benarlah judul buku ini bahwa: “Kamu Tak Harus Sempurna”.
Judul Buku : Kamu Tak Harus Sempurna
Penulis : Anastasia Satriyo, M.Psi.,Psi
Hal :
112 Hal
Penerbit : Yrama Widya
Komentar
Posting Komentar