Belajar dari Petani: Suatu Renungan Esensial
Belajar Dari
Petani: Suatu Renungan Esensial
Haloo,
Apa kabar para pembaca yang Arif?
Gimana
kabar kalian hari ini? Semoga sedang dalam keadaan sehat dan mood yang baik ya…
![]() | |
Farmer by Adityarizki.devianart |
Satu,
Dua Kata
Hari
ini saya mau mencoba membicarakan tentang sesuatu yang mudah-mudahan positif
dan bisa menginspirasi pembaca pun saya sendiri khususnya tentang mempelajari
kebaikan dari seorang petani. Tentu kita tahu bahwa petani memiliki banyak
labelisasi di masyarakat. Orang dengan pekerjaan dengan gaji rendah,
melelahkan, bahkan yang berlebihan bisa dibilang membuat kulit keling. Sekedar
profesi orang desa. Di sisi lain, ada yang bilang bahwa petani adalah seorang
pahlawan kehidupan,”Kalo ga ada Petani, siapa yang bercocok tanam? Siapa yang
bisa memanen padi? Kalo ga ada padi, kita ga bisa makan nasi dong?”
Tidak
jarang nasib kaum Petani justru hidup dalam lingkaran kemiskinan. Jangankan Mal
dan Restoran mahal di perkotaan. Tempat dimana justru mereka seharusnya bisa
ikut merasakan kemakmuran yang mereka tanam pada awalnya, Padi. Sekedar
mencicip, sedikit minimal. Namun ternyata hal itu justru membuat mereka
–meminjam konsep Marx- terAlienasi oleh pekerjaan dan barang yang telah ia
produksi sendiri.
Maka
dari itu, dalam tulisan ini saya akan mengajak para pembaca merenungkan kembali
dan sama-sama belajar dari seorang petani. Dalam konteks kebaikan yang paling
esensial yang dilakukannya.
Soal
Kecemasan
Pertanyaan
diatas yang sudah dijelaskan lewat kutipan, mengindikasikan kecemasan.
Kecemasan ini timbul bila profesi Petani ini andai kata benar-benar hilang dari
peredaran. Tiada lagi yang ingin menjadi petani. Meskipun tanda-tanda itu bisa
diukur secara kuantitatif lewat penelitian yang lebih ilmiah. Salah satu
indikasinya, Pemerintah terpaksa harus sering mengimpor beras dari luar.
Bisa
dimaklumi jika saat ini banyak generasi muda yang lebih memilih profesi yang
tentu jauh lebih baik dari segi finansial jangka panjang ketimbang hanya
menjadi seorang Petani. Di satu sisi, tentu ini adalah masalah hak manusia
siapapun, dimanapun untuk mendapatkan hidup layak. Namun, di sisi lain,
fenomena ini akan menyebabkan tergusurnya eksistensi profesi petani. Karena,
boleh jadi banyak profesi yang lebih, katakanlah modern dan menuntut skill yang
tinggi, pada akhirnya bergantung dengan lagi-lagi dengan profesi yang sering
dianggap rendah tapi sangat krusial bagi lalu-lintas pencernaan kita ini,
Petani.
Akumulasi
Kebaikan Petani
Secara
umum, Petani hanya melakukan beberapa hal sederhana. Dengan kegiatan utama:
Membajak sawah, Menanam, Memanen. Ini merupakan salah satu kegiatan bisnis yang
justru sangat filosofis karena berkaitan langsung tentang hubungan manusia
dengan alam. Bukan pekerjaan yang mengeksploitasi alam. Justru
menumbuhkembangkan peradaban lewat alam. Dari alam kembali ke alam.
Membajak
dan Menanam. Oke secara teknis mungkin saya sebagai penulis tidak begitu paham
bagaimana mereka melakukannya secara detail. Namun yang pasti, meski nampaknya
sederhana, tetapi hal ini tergolong sulit dan cukup memakan waktu lama.
membutuhkan skill dan pengalaman untuk bisa membajak sawah dengan bantuan
kerbau, misalnya. Supaya tanahnya bisa layak tanam dan juga gembur. Membuat
saluran irigasi juga.
![]() |
Membajak Sawah |
Lalu,
tentu menyemai dan menanam benih-benih padi di tanah yang sudah digemburkan.
Hingga setelah beberapa waktu lamanya, disemprot dengan pestisida supaya tidak
ada hama yang menyebabkan tanaman rusak. Meski sangat disayangkan bahwa masih
banyak persoalan pro dan kontra di kalangan petani dalam menghasilkan padi
dengan kualitas yang baik. Entah karena bibitnya yang kurang bagus. Terlalu
mahal untuk dapat yang bagus. Saya tidak akan terlalu fokus membahas masalah
ini.
![]() |
Menanam Padi |
Terakhir,
Memanen. Ini adalah hal yang sering ditunggu-tunggu oleh para Petani. Karena
bisa saja mereka Gagal Panen. Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Namun, jika
memang panen berhasil, saat itulah harapan hidup mereka –tentu kita juga-
meningkat lagi, bersyukur ada yang bisa dimakan esok hari. Mengingat waktu
panen yang ditunggu cukup lama. Tidak jarang mereka merayakannya dengan pesta
rakyat, itu pun tidak selalu. Intinya, pada titik ini, bersyukur karena padi
yang tumbuh akan siap menjadi beras yang siap dijual.
![]() |
Panen Padi |
Sesuatu
yang oleh sebuah restoran-restoran besar hingga rumah makan sederhana, semisal
Warteg sangat diharapkan. Agar dapat diolah menjadi berbagai macam makanan. Hingga pada akhirnya bermanfaat bagi semua orang.
Dalam tataran Nasional bahkan. Sampai sini, saya ingin ajukan sebuah
pertanyaan,”Apa kontribusi yang sudah restoran, rumah makan, kita berikan
kepada seorang Petani yang sudah memberikan kontribusi yang besar juga kepada
kita?”
![]() |
Salah satu olahan nasi: Nasi Goreng |
Kesimpulan
Dari
tulisan diatas sebetulnya saya ingin menyampaikan, bahwa ada pelajaran yang
bisa dipetik dari seorang Petani. Salah satunya adalah profesi yang sering
dianggap sebelah mata dan berpenghasilan rendah bisa berhasil mengakumulasikan kebaikan berlipat-lipat dari apa yang dilakukannya.
Sesuatu yang mungkin masih sulit dilakukan oleh kita, meski kita berpotensi
untuk melakukan itu.
Begitupun
ketika saya memikirkan dan menulis tulisan ini. Dengan tulisan sederhana,
sekalipun tidak ilmiah ini saya berharap agar supaya para pembaca juga
terinspirasi untuk melakukan kebaikan yang juga bisa menginspirasi orang lain.
Entah dalam bentuk tulisan, sumbangsih pemikiran, materi atau apapun yang bisa
pembaca sekalian lakukan. Asal bermanfaat bagi sesama.
“Selama paru-paru kita masih bisa
digunakan untuk bernafas, Selama jantung kita masih digunakan untuk mengalirkan
darah ke seluruh tubuh itulah waktu yang diberikan Tuhan kepada kita untuk
menebar kebaikan dengan saling membantu sesama”
–SAYA-
hwaaaa keren! tulisan yang menginspirasi sekali. mungkin hal sederhana yang bisa dilakukan demi menghargai petani yakni jangan menyisakan nasi saat makan. :D
BalasHapusHalo izza.. Terima kasih sudah berkomentar..
BalasHapusIya betul, secara praktis tulisan ini ingin menyampaikan seperti yang kamu bilang.. Secara Laten, saya ingin menyampaikan bahwa ternyata dari hal yang sederhana (yang tentu bermanfaat bagi orang lain ), seseorang bisa Mengakumulasikan Kebaikan menjadi kebaikan lagi.. :)
Kalo ada waktu, boleh berkunjung ke blog saya lagi. Maklum, Blog baru... :)