[MOVIE REVIEW] RED SPARROW (2018)
RED SPARROW
“Every human being is a puzzle of need”
-Matron-
“Jangan berikan hidupmu sepenuhnya. Itulah cara
bertahan hidup”. Kira-kira, begitu gambaran wejangan
dari ibunya Dominika Egorova ketika ia mulai direkrut dengan SRV (semacam agen
intelejen Rusia). Apa maksudnya kalimat tersebut?
Dari
Balerina ke Spionase
Film ini dimulai dengan narasi premis terburuk
dalam diri seorang Dominika Egorova: Dominika (Jennifer Lawrence) hanyalah
pemain balerina yang karirnya hancur karena kecelakaan panggung. Ia tinggal
bersama ibunya bernama Nina Egorova (Joely Richardson) yang sedang sakit
dan membutuhkan baik dokter spesialis dan penanganan rumah sakit. Dua kalimat
tersebut cukup jelas bukan untuk menjelaskan hal yang akan terjadi selanjutnya?
Ya, tiada kesimpulan premis yang lebih logis dari Dominika sudah tidak punya
uang untuk mengobati Ibunya dan ia membutuhkan uang untuk menjaga agar Ibunya
akan tetap terawat dengan baik. Cukup sesederhana itu.
![]() |
Uncle Vanya & Dominika |
Beruntung, saudara ibunya yang sering dipanggil Uncle Vanya (Matthias Schoenaerts) datang untuk menawarkan bantuan pekerjaan. Sayangnya, tidak. Terlalu terburu-buru untuk mengatakan kedatangan Uncle Vanya adalah sebuah keberuntungan karena kedatangannya akan mengantarkan Dominika pada ketidakberuntungan hidup yang melebihi dari sekedar tak punya uang. Dari titik ini, semua konflik bermula.
Mantan penari balerina yang terkenal anggun
menjadi seorang agen spionase pemerintah yang sesuai dengan deskripsi di
posternya: Seductive, Deceptive, Deadly.
Dominika diminta menjadi agen mata-mata
Negaranya, Rusia, tentu atas rekomendasi Uncle Vanya, dengan cara dilatih dalam
Sparrow School, semacam sekolah intelejen untuk menghasilkan agen-agen
spionase dengan ciri khas utama: manipulasi psikologis dengan menggunakan tubuh
dan seksualitas sebagai daya tarik utamanya. Hal ini sulit karena masuk sekolah
ini bukan hanya karena anak muda yang direkrut harus menanggalkan identitas aslinya
semata atau berlatih bela diri layaknya film aksi tetapi juga bagaimana mereka
wajib melawan nilai, norma hingga harga diri yang dipegang teguh di dalam
dirinya. Intinya, para anak muda ini harus benar-benar meninggalkan keseluruhan
dirinya agar dapat menjadi agen yang terlatih. Dan itu sulit. Ada satu kutipan
menarik yang dikatakan oleh Matron (Charlotte Rampling), “You’re body
belong to your country” (kutipan ini tentu tidak aneh mengingat stereotipe
yang sebetulnya belum tentu benar namun disematkan pada negara sejenis ini
misalnya).
![]() |
Dominika dan Matron |
Ada yang bisa mengikutinya, ada pula yang gagal.
Jelas, Dominika salah satunya. Jujur, Dominika di sini menarik, karena ia
setengah-setengah. Di satu sisi, Ia cerdas dan memiliki potensi untuk menjadi
agen spionase yang mengerikan (which is akan dibuktikan sepanjang film), namun
di sisi lain ia merasa bahwa apapun yang dipelajari yang mengedepankan
substansi seksualitas dan tindakan brutal hanya akan membawanya ke pengalaman
yang lebih buruk lagi kedepannya (yang mana ini pun juga benar). Tak aneh
ketika ia lebih suka menyebut Sparrow School sebagai “Whore School” kepada
Uncle Vanya.
Selepas keluarnya dari Red Sparrow, ia diberi
tugas oleh Uncle Vanya untuk mencari dua objek: 1. Orang dalam
pemerintahan/Negara yang berpotensi membocorkan rahasia-rahasia negara berkomunikasi
dengan salah satu agen CIA dan 2. Agen CIA yang melakukan kontak dengan orang
dalam pemerintahan itu.
![]() |
Dominika dan Nate |
Misi utamanya, ia harus mendekati segala bentuk informasi agen CIA yang bernama Nate (Joel Edgerton). Pertanyaannya, apakah Nate sebodoh itu untuk tidak mengetahui bahwa sebetulnya ia sedang dijadikan target sasaran dari SVR dan Dominika yang mantan lulusan Sparrow itu? Pun, akan tahu, apa yang akan dilakukan mereka berdua untuk menyelesaikan misi mereka masing-masing? Apakah mereka akan saling menjatuhkan satu sama lain? Atau saling mengkhianati satu sama lain? Atau, justru saling membantu satu sama lain? Kalau iya, kenapa mereka harus melakukannya? Kalaupun tidak, apa yang akan terjadi pada diri mereka berdua? Kira-kira, siapa orang dalam pemerintahan yang dimaksud? Jujur saja, film ini akan seserius dan semenarik itu.
Akhir
Spionase
Bila kita jeli dan fokus menontonnya, Red
Sparrow sebetulnya memberikan muatan cerita yang tidak biasa dari film-film bertema
sama. Alur ceritanya mencoba untuk menegasikan beberapa pakem plot film-film female
espionage. Alur plot mainstream yang akan kita temukan misalnya: perempuan
yang terlatih secara fisik dengan baik di sekolah intelejen terbaik. Lalu,
hasil dari didikan intelejen itu akan menghasilkan dua sifat: entah mau jadi
perempuan yang so bravy-heroistic with full of gun and action atau semakin
misterius. Lalu, membunuh seluruh target musuh negara yang jahat, and then
hands clap. Nope, film ini lebih dari itu, Dominika kebalikan itu semua.
Agaknya, menurut saya, Dominika memang benar
telah terdoktrin oleh nilai-norma untuk menjadi Sparrow akan tetapi sebetulnya
(khususnya setelah ia lepas dari Sparrow School) ia menjadi Sparrow dengan
versi dirinya sendiri. Ia terasah menjadi agen spionase secara alami oleh
rentetan scene mengerikan yang hampir selalu membawanya ke ujung mautnya. Apa buktinya?
Sepanjang film, kita sebetulnya harus (menyadari, kemudian) mempertanyakan satu
hal utama:
Apa yang sebenar-benarnya sedang Dominika
lakukan selepas keluar dari Sparrow School? You’ll
get twisted ending.
Akhirnya, minimal ada dua hal yang saya
rasakan. Senang sekaligus tidak merasa sebegitu tergugahnya dengan film ini. Harus
diakui, tidak semua film yang dibintangi Jennifer Lawrence sebuagus itu, hanya
memang juga harus diakui dengan sangat akting Jennifer Lawrence selalu membuat
filmnya menjadi layak untuk ditonton.
![]() |
Red Sparrow Full Cast |
Senangnya, film ini, meski banyak adegan dewasa (ada beberapa bagian yang dipotong oleh LSF), banyak adegan brutal dan sadis untuk ukuran film dengan rating usia 21+ tetapi cukup berhasil menghilangkan embel-embel nuansa seksualitas yang berlebih. Minimal tidak terlampau mengarahkan kita untuk teralih dari alur cerita yang seharusnya dipahami secara serius.
Film ini juga mengajarkan laki-laki untuk tidak
mengagungkan dan memaknai urusan seksual sepicisan itu semata-mata untuk
kepuasan tubuhnya sendiri dan serendah pemaknaan bahwa seks dapat menjadi
medium atas kuasa terhadap diri perempuan karena ironi yang saya sadari adalah
laki-laki dengan cara berpikir seperti itu hanya akan terjebak oleh hasrat
rendahannya sendiri.
This film has truly and precisely shown us about
women’s creative(and very unusual) self-empowerment narration against two
powerful patriarchal systems that controlled her life so much: Country and The
Man.
Sutradara: Francis Lawrence | Produser:
Garret Basch, Peter Chernin, Ildiko Kemeny | Music: James Newton
Howard | Produksi: 20th Century Fox | Artis: Jennifer
Lawrence, Joel Edgerton, Matthias Schoenaerts, Charlotte Rampling, Mary-Louise
Boucher, Jeremy Irons | Based on Novel: Jason Matthews | Durasi:
2 jam 19 menit
Baru kemarin temen saya bilang film ini bagus ditonton. Sudah baca ulasannya di sini, jadi makin mantap harus nonton. Ulasannya menarik pula.
BalasHapusSaya masih bingung dengan ending filmnya. Mungkin harus nonton 2x haha
BalasHapusDominika Egorova (Jennifer Lawrence) is the prima ballerina at the Bolshoi Ballet until an on-stage accident (note: not an accident) ends her career. Her options to support her ill mother (Joely Richardson) rapidly narrow; working for her sleazy security chief uncle (an extremely Putin-like Matthias Schoenaerts) becomes the only way to keep from being thrown out onto the street.
BalasHapusfandango
And vexmovies