[MOVIE REVIEW] HEREDITARY (2018)
HEREDITARY
![]() |
add my instagram: @ersabossa for more movie review. Thanks :) |
“I just don’t want to put any more stress on my
family”
-Annie-
Anak kecil perempuan dengan raut wajah lugu nan
muram dengan kebiasaan membunyikan suara ‘klook.. klook’, persis seperti saat
kita kita memainkan lidah ke bagian atas dalam mulut kita. Anak laki-laki
remaja tipikal nakal di luar, cenderung pendiam dan penakut bila di rumah.
Lalu, sang ayah yang juga sekaligus suami yang pengertian dan suportif pada
seluruh anggota keluarga. Terakhir, sang Ibu dengan segala tekanan bathin dan
seluruh kedepresiannya. Lengkap sudah, ini keluarga yang kelam. Sekelam kisah
keluarga mereka yang menyelimuti jalinan cerita dari detik awal hingga akhir oleh
Ari Aster dalam film terbarunya, Hereditary.
Hereditary adalah
sebuah film atmospheric horror yang dibuat dengan tidak tergesa-gesa dan
oleh karenanya akan menimbulkan kengerian mendalam bagi penontonnya. Jangan
berharap banyak Anda akan disuguhi oleh jump scare picisan atau
hantu-hantu berkeliaran sepanjang film. Sesekali (yang bisa dihitung jari dan
hanya memakan waktu tak lebih dari lima detik saja) penampakan, ya. Film ini
membangun rasa ngeri penonton dengan memanfaatkan gejolak psikologis
masing-masing tokohnya tentang apa-apa yang mereka rasakan dan pikirkan tentang
banyak hal sekaligus persepsi mereka terhadap masing-masing anggota di dalam
keluarga tersebut secara dinamis.
Semua kekelaman ini berangkat dari matinya
Ellen, ibu dari Annie. Lewat scene awal acara upacara pemakaman ibunya, kita
sudah disuguhi deskripsi betapa absurdnya relasi sosial antara Annie dengan
mendiang ibunya sendiri yang dianggap secretive (orang yang cenderung
tertutup atas kerahasiaannya sendiri). Selepas upacara pemakaman selesai, kehidupan
keluarga ini cenderung normal layaknya keluarga yang memang tengah dirundung
duka dalam beberapa waktu sesaat.
![]() |
Annie. Credit: Google Images |
Annie, tetap bekerja sebagai pekerja seni yang
cukup detil membuat miniatur bangunan di rumahnya. Charlie, bocah perempuan
yang sedikit terguncang akibat kematian sang nenek dan juga merasa khawatir
karena ia menganggap bahwa dirinya nanti tak akan diurus ibunya sendiri, Annie.
Peter remaja laki-laki belasan tahun yang cenderung menjaga jarak dengan ibunya
sendiri. Tanpa disadari, film ini memiliki pola yang sama bahwa ada
kecenderungan masing-masing tokoh, khususnya ibu dan anak, tidak saling
memiliki keterikatan yang baik layaknya ibu dan anak itu sendiri. Pencair
suasana di keluarga itu hanyalah ayah mereka, Steve.
Kengerian
Seperempat film berjalan, petaka demi petaka
mulai terjadi di keluarga itu. Mulai dari hal mengerikan yang berujung pada
kematian Charlie yang jujur saja, terlihat sangat mengerikan. Kematian Charlie
adalah titik dimana gejolak depresif akut dari masing-masing aktor terlihat,
khususnya Annie. Hubungannya dengan Peter juga kian memburuk karena ia dianggap
sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian adiknya itu. Scene ini salah
satunya bisa dilihat di trailer.
![]() |
Peter. Credit: Google Images |
Annie, sebagai seorang ibu bolehlah dikatakan
otoritatif (cenderung galak) namun pada saat yang sama kita juga akan dituntun
bersimpati kepadanya lewat ragam situasi. Ketidakdekatannya dengan ibunya
sendiri membuat ia merasa bahwa ia tak cocok menjadi seorang ibu. Kematian sang
anak yang sangat tak wajar di waktu yang tak tepat juga semakin memperburuk
emosinya.
![]() |
Annie's Screaming. Credit: Google Images |
Begitupun dengan Peter. Rasa bersalahnya
sebagai seorang kakak atas kematian adiknya. Halusinasi-halusinasi tentang
bayangan adiknya yang sering muncul di sudut ruang kamarnya sendiri. Halusinasi
tentang citra buruk ibunya seringkali membawanya ke mimpi-mimpi buruknya
sepanjang malam membuat dirinya juga memiliki gejolak psikologis yang sama
depresifnya dengan ibunya sendiri.
Sang
Pemuja
Saya yakin dengan sangat bahwa siapapun
penonton yang tak biasa menonton film dengan tema satanisme atau pemuja-pemuja
setan tentu akan terpukau dengan film ini. Terpukau oleh dua hal: kengerian
oleh cerita yang berbeda dan juga plot twist yang tak biasa dilihat dalam
horror picisan lainnya.
Sebaliknya, bagi orang yang cukup banyak
menonton film horror dengan tema pemuja setan tentu akan secepatnya menyadari
bahwa film ini memiliki beberapa kemiripan. Khususnya tentang pola cerita yang
dibuat. Siklusnya kurang lebih begini: kehidupan keluarga (bisa berawal baik-baik
atau buruk) berubah menjadi tak biasa dengan kehadiran “orang lain” yang tak
terduga (bisa tetangga, saudara, kerabat, atau bahkan salah satu anggota keluarganya
sendiri) dan pada akhirnya menyadari bahwa mereka semua dan orang-orang yang mereka
kenal justru adalah para pemuja setan itu sendiri.
Hereditary juga
memiliki formula ini, khususnya dari pertengahan hingga akhir. Kita akan
sama-sama tahu sejak awal bahwa Ellen adalah pemuja setan dari sekte nyeleneh
tertentu. Alhasil, plot twist ending yang kelihatannya mindblowing
justru terkesan bisa terbaca oleh penonton yang terbiasa menonton film sejenis.
Pertanyaannya tinggal, “siapa orang aneh yang
ditemui oleh Annie dalam cerita ini?” dan “bagaimana orang aneh itu semakin membawa
Annie dan keluarga ke jurang yang lebih mengerikan di detik akhir film?”
silahkan tonton sendiri di bioskop yah.
![]() |
Annie's Fam. Credit: Google Images |
Di luar kritikan terhadap plot twist yang bisa terbaca, eksekusi film ini tergolong memang cukup mengerikan. Bila kita harus tutup review ini dengan kesimpulan apresiatif atas atmosfir kengerian yang memorable di benak penonton maka kiranya ada tiga hal:
Pertama dan yang paling utama adalah kejelian
Ari Aster untuk melekatkan persepsi sudut pandang penonton lewat gejolak
depresif yang teramat sangat, terkhusus pada diri Annie. Kedua, tim crew cameramen
mewujudkan faktor pertama dengan memainkan tiap angle kamera. Ambillah contoh
scene tiap kali Annie marah-marah, Peter ketika menghadapi
halusinasi-halusinasinya kamera selalu menzoomnya dengan apik. Setting rumah yang
gelap juga merepresentasikan hawa muramnya keluarga. Dan yang terakhir adalah kedetilan
gubahan music scoring MULAI DETIK PERTAMA HINGGA TERAKHIR di tangan Colin
Stetson yang akan membuat duduk kita semakin lama semakin gelisah.
Sutradara: Ari Aster | Music: Colin Stetson | Produksi:
A24 | Artis: Toni Collette, Alex Wolff,
Milly Saphiro, Gabriel Bryne | Durasi: 127 minutes
Komentar
Posting Komentar