Resensi Buku Sosiologi Pendidikan Michel Foucoult: Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin, Hukuman, dan Seksualitas
Sosiologi Pendidikan
Michel Foucoult: Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin, Hukuman, dan Seksualitas
Dok. Pribadi |
Nama
Foucoult memang tidak asing di telinga para ilmuwan sosial. Ia terkenal dengan
pemikirannya dari relasi antara pengetahuan dengan kekuasaan, pendisiplinan
tubuh hingga seksualitas. Pemikirannya banyak dicari relevansinya untuk
menganalisis dan membongkar berbagai persoalan, pendidikan salah satunya. Buku
ini hadir untuk itu.
Nanang
berupaya untuk menghadirkan salah satu cara pandang baru sekaligus menyajikan
‘senjata’ teoritik untuk melihat persoalan pendidikan. Ia juga berusaha
memasukkan ide-ide pemikiran Foucoult ke dalam ranah disiplin ilmu sosiologi
pendidikan. Dari judulnya, pembaca sudah dipamerkan tentang apa yang akan
dibahas dalam buku ini.
Ragam Isi Buku
Pemikiran
Foucoult dalam buku setebal kurang lebih 205 Halaman ini dibagi dalam lima bab
utama. Bab pertama menjelaskan tentang maksud dan tujuan penulisan buku.
Sedangkan pada bab dua “MENGENAL FOUCOULT” pembaca diajak memahami perjalanan
hidup seorang Foucoult dan perjalanan kariernya sebagai akademisi. Bab tiga
“PENGETAHUAN dan KEKUASAAN” menjelaskan tentang penjelasan teoritik mengenai
relasi pengetahuan dan kekuasaan hingga relevansi nya dalam pendidikan.
Selanjutnya, Nanang melanjutkan
bagaimana intervensi kuasa melahirkan pendisiplinan tubuh yang ‘patuh’ atau
‘taat’ dalam bab empat “DISIPLIN dan HUKUMAN”. Bab terakhir, “SEKSUALITAS” Nanang
menyinggung sedikit mengenai seksualitas dalam dunia pendidikan.
Terartikulasikan dengan memberi contoh wacana pendidikan seks di Indonesia.
Penulisan
Nanang di buku ini cukup bisa diapresiasi karena keruntutan dan kerapihannya
dalam menuturkan kalimat demi kalimat. Tentu bukan perkara mudah bila harus
membaca ulang seluruh karya-karya Foucoult. Bukan hanya soal bahasanya yang
rumit tetapi juga penafisran ide teoritis Foucoult yang menuntut pembacaan
serius. Buku ini ‘membumikan’ ide-ide itu. Sehingga, ‘aman’ dibaca oleh para
pembaca yang masih awam.
Mencari Relevansi
Sistem
pendidikan di Indonesia memang sering dijadikan ‘bulan-bulanan’ oleh para
kritikus pendidikan. Hal itu memang disebabkan oleh ringkihnya sistem
pendidikan Indonesia baik dari tingkat yang makro hingga mikro. Dari mulai
kurikulum hingga teknik pengajaran di kelas. Meski kritik juga tetap bisa
dialamatkan kepada para kritikus pendidikan itu karena lingkup analisisnya
sering bersifat makro sehingga pada level meso dan mikro lebih sering
diminorkan.
Dengan
menggunakan pemikiran Foucoult, persoalan pendidikan justru bisa dipetakan
secara lebih teratur. Lebih jitu sebetulnya untuk melihat persoalan di tingkat
meso, minimal untuk melihat praktik pendidikan di Sekolah. Dalam setiap Bab,
Nanang menunjukan bagaimana praktik pendidikan itu dipengaruhi oleh relasi
pengetahuan-kekuasaan, bagaimana upaya pendisplinan tubuh yang diintervensi
oleh sekolah baik melalui aturan dan hukuman.
Dari
contoh-contoh yang diberikan dalam buku ini, menunjukkan sekolah bisa menjadi
satu cerminan bahwa praktik pelaksanaan pendidikan di Indonesia tidak luwes.
Ambil saja contoh panopticon dalam
tata ruang sekolah. Seragam yang rapih, sepatu hitam (tanpa boleh kelihatan
putih), harus datang jam 7 pagi. Itu semua dilakukan secara sistematis sebagai
bentuk pendisiplinan tubuh. Yang paling dirugikan atas pendisiplinan ini?
Siswa.
Posisi
guru yang juga harus ‘patuh’ terhadap peraturan sekolah pun menjadikan
posisinya menjadi serba salah baik kepada dirinya sendiri maupun kepada peserta
didik. Untuk mengkritisi Kurikulum 2013 contohnya, guru memang diberikan mandat
luar biasa untuk mengatur gaya mengajarnya di kelas, namun tanpa disadari
tentang Apa yang diajarkan tetap ditentukan oleh Negara. Bagi Foucoult, seperti
yang dikutip Jardine dalam buku ini,
“…pendisiplinan
yang dijelaskan Foucoult merupakan sumber tekanan utama yang dirasakan guru
ketika menyampaikan pengetahuan, bahkan ketika mereka terus mengajar dalam
sebuah proses yang mengisolasi, daripada menghubungkan siswa dengan semua
kehidupan lain di dunia ini.” (Hal.65)
Dengan
kondisi yang demikian, dapat dipastikan sekolah hanya akan menghasilkan produk pengetahuan
yang sama dari tahun ke tahun. Tidak ada yang baru. Itu pun hanya salah satu
dari segudang masalah pendidikan yang masih belum terselesaikan (dan
tereksplorasi). Padahal, sekolah tidak hanya sebagai agen sosialisasi semata
tetapi juga sebagai agen perubahan sosial.
“Dengan
pengetahuan yang dimilikinya, murid dapat ikut berperan melakukan perubahan,
sehingga ia tidak lagi menjadi objek yang hanya menerima pengetahuan, namun ia
juga mampu menggunakan pengetahuan tersebut untuk kepentingan praktis, yaitu
untuk melakukan perubahan.” (Hal. 104)
Pada
akhirnya, pembacaan mengenai Foucoult di buku ini akan menyenangkan dan sangat
berguna bagi mereka yang bisa dikatakan cukup awam mengenai Foucoult sendiri
dan akan cukup membosankan untuk dibaca bagi mereka yang telah terbiasa dengan
pemikiran Foucoult. Karena, buku ringkas ini masih tergolong sedikit menyajikan
mengenai pendidikan dari pemikiran Foucoult. Penjelasan masih jauh lebih banyak
mengeksplor pemikiran Foucoult secara umum.
Namun,
terlepas dari semuanya, keberanian Nanang untuk menghidupkan wacana pemikiran
Foucoult untuk menyoroti kondisi praktik pendidikan kita patut dihargai meski
juga perlu eksplorasi lebih disana-sini. Terakhir, meminjam salah satu kutipan
dari Rocky Gerung, “Kelas adalah ruang paling demokratis di dunia”, menyadarkan
kita bahwa kreatifitas hanya dimulai dari kebebasan, bukan kekang.
Judul
Buku : Sosiologi Pendidikan Michel Foucoult:
Pengetahuan, Kekuasaan, Disiplin, Hukuman, dan Seksualitas
Penulis : Nanang Martono
Penerbit : Rajawali Pers
Tebal : 205 Halaman
Tahun
Terbit: 2014
ISBN : 978-979-769-726-6
Bagus sekali tulisannya. Wisata sejarah !!!
BalasHapusTrims mbak Indah sudah mau berkunjung dan membaca tulisan saya. Namun sepertinya mbak Indah salah posting komentar, karena ini adalah postingan resensi buku, Mbak. Mungkin yang Mbak Indah maksud ada di tulisan saya di blog ini yang berjudul Wisata Sejarah Bersama Komunitas Bambu :)
HapusTerima kasih sudah membuat resensi ttg buku saya. terima kasih juga untuk kritikan dalam resensi ini. ini bisa menjadi pertimbangan dalam penulisan edisi revisi buku ini.
BalasHapussalam,
penulis
Halo mas Nanang..
HapusTerima kasih sudah mau mampir dan membaca resensi saya. Ini merupakan apresiasi tersendiri. Ini buku ketiga dari sejumlah buku yang mas Nanang yang saya baca.
Semoga bermanfaat.
Mas, boleh saya minta email dan akun medsos baik FB/Twitternya? Trims :)
ada di CV di buku saya
HapusFB: Nanang Martono
Twit: Nanang_Martono
Email: nanang_martono@yahoo.co.id