Yang Baik-Baik (Untuk Indonesia)
YANG BAIK-BAIK
Oleh
M. Luthfi Ersa. F
![]() |
Jokowi, Presiden Indonesia 2014-2019 |
Mungkin
Ketika
anda berbicara dengan orang yang beragama, baik obrolan ringan hingga bahkan
obrolan yang serius, berkeluh kesah apalagi, kira-kira apa yang akan
dilontarkan dari mulutnya? “Sudah, berprasangka baik saja, ada Tuhan yang
selalu membantu. Yang penting kita sebagai insan harus berusaha. Hasilnya?
Serahkan kepada-Nya”. Pun, ketika anda berbicara kepada orang yang tidak
beragama, yah, mungkin Agnostik, ataupun Atheis sekalipun, dan anda berkeluh
kesah kepada mereka tentang suatu masalah, kurang lebih jawaban yang akan
diberikan pun akan sama, “Manfaatkan saja rasio anda semaksimal yang anda mampu”.
Terlebih, anda berkeluh kesah dengan para motivator, beragam jawaban yang
isinya anda sudah bisa bayangkan sendiri. Semuanya tentang yang hal-hal
positif, yang baik-baik.
Mungkin
ini sepele, mungkin ini juga hal kecil, mungkin juga terlihat verbalistik, tapi
ini penting. Saya sedang membayangkan ada seseorang yang dengan begitu
depresinya dalam menghadapi masalah, seolah-olah tidak ada jalan lain lalu
memegang pisau kecil dan mulai menggoreskannya sedikit ke urat nadi tangan
kirinya sambil terisak, kemudian tiba-tiba ada seseorang datang membawa harapan
yang kelihatannya mustahil namun masih memungkinkan, ia berkata begini,”aku tidak
tahu dan aku tidak bisa memastikannya, tapi mungkin masih ada cara lain untuk
mengatasi masalahmu”. Satu nyawa berhasil diselamatkan untuk mencoba
kemungkinan-kemungkinan lain, yang masih mungkin itu.
Kata-kata
“mungkin”, ketidakpastiannya menyebalkan memang, tapi layak dicoba. Itu lah Hope. Itulah Chance. Sesuatu yang memberikan kita pilihan untuk tidak berhenti dan
menyerah begitu saja pada keadaan. Itu semua hanya datang dari pikiran baik
yang kita ciptakan sendiri.
Crowded of and for Hope
Tepat 1
minggu kemarin, Jokowi-JK resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia selama 5 tahun mendatang. Meski sempat terjadi peselisihan politik
yang mencuat ke hadapan publik, pada detik akhir, akhirnya sirna juga. Pesta
Rakyat yang digelar di Monas malam itu pun saya tidak melihatnya sebagai
kumpulan barisan pendukung Jokowi, tetapi sebuah kerumunan masyarakat yang
menanti harapan. Memang banyak magnet yang memungkinkan Monas menjadi banjir
pengunjung, dari mulai makanan gratis, hingga panggung musik hiburan. Tapi saya
rasa, dalam pikiran jernih saya, kerumunan itu tidak hanya sekedar mengejar Bakso,
tetapi juga Hope.
![]() |
Jokowi di Pesta Rakyat Monas. Source: Google |
Memang
apa yang disebut Hope itu sangatlah abstrak, tetapi dalam harapan itu ada
spirit yang menggebu-gebu akan bangsa yang lebih baik lagi. Beberapa kali saya
mendengar suara dari kerumunan bersuara lantang dan diucap berulang kali,
“tidak ada lagi KORUPSI!”, ”Tidak ada lagi KORUPSI!”. Ini mungkin salah satu
harapan kepada sang Presiden baru dan wakilnya. Memberantas Korupsi!
Kerumunan
tersebut dari sekedar “Food Corner” Crowded, menjadi “HOPE” Crowded. Masyarakat
seakan-akan dan seolah-olah melihat ada harapan baru bagi Indonesia.
Yang Baik-Baik
Setidaknya,
dalam kerumunan dan teriakan lantang mereka, saya melihat, ada semacam
keletihan yang luar biasa dari masyarakat karena sudah enggan dengan sikap para
elit-elit berperilaku “menyimpang” yang menyengsarakan hajat hidup orang
banyak. Suara tersebut, semakin lantang disuarakan masyarakat, semakin berat
beban tugas Jokowi-JK kedepan. Tapi, lagi-lagi, beban yang berat itu akan
bertransformasi menjadi lecutan positif bagi Indonesia hanya apabila menemui
titik praksis: AKSI.
Definisi
aksi ini yang seringkali diartikan salah oleh sebagian dari masyarakat. Aksi
seringkali diartikan sebagai respons terhadap berbagai kegagalan dari mereka
yang pernah diharapkan. Sehingga, aksi dipahami sebagai suatu hal yang negatif&insidental.
Bukan. Aksi itu adalah bertindak, bekerja, melakukan sesuatu untuk sesuatu yang
lebih baik. Ya bekerja, melakukan sesuatu yang baik.
Jokowi-JK,
mungkin saja ke depan melakukan kesalahan-kesalahan, kegagalan dan
ketidaktercapaian selama masa kepemimpinannya, tetapi bukan lalu setelahnya
kita mencaci-maki mereka hanya karena satu-dua kesalahan. Tidak ada
keberhasilan yang sempurna, sebagaimana tidak ada pula kegagalan yang total.
Justru pada saat itulah masyarakat diuji baik mental dan pikirannya untuk
menyadari bahwa Indonesia bukanlah sekedar mereka berdua, tetapi kita semua.
Pelantikan Menteri dan Ke-‘Nyinyir’-an
![]() |
Kabinet Kerja 2014-2019. Source: Google |
Baru
saja semalam (26/10/2014), Jokowi juga telah menyelesaikan tugas pertamanya
sebagai Presiden, yaitu mengumunkan Menteri Kabinet Kerja. Anda bisa membaca nama-nama
Menteri yang menjabat di Kabinet Kerja disini. Setelah lagi-lagi banyak
spekulasi dan prasangka-prasangka negatif yang ditujukan kepada Jokowi
seakan-akan Jokowi menerima titipan lah, tertekan dsb. Sekalipun sudah diumumkan
pun banyak juga isu-isu negatif yang berkembang terkait beberapa nama calon
menteri.
Nah ini
dia, nyinyir! Sungguh pun saya bingung kepada mereka yang niatannya bersikap
kritis terhadap pemerintahan tetapi disampaikan dengan cara yang nyinyir. Dan
hal ini saya banyak temukan melalui respon dan komentar orang-orang yang
memiliki jabatan akademisi tinggi baik di Facebook maupun Twitter dan berbagai
media sosial lain. Saya jadi berpikir, beda tipis antara kritis dan nyinyir.
Jokowi
selalu memberikan tagline, “Kerja, Kerja, Kerja”, dan “Kerja” itu sendiri
dijadikan simbol nama kabinet. Di luar wataknya yang kalem, saya yakin Jokowi
memiliki pendirian yang sangat kuat untuk mendorong orang-orang di sekitarnya
semangat dalam bekerja. Saya kira, terlalu membuang waktu apabila
membuang-buang tenaga untuk terus-terusan mengkritisi (atau menyiyiri)
Jokowi-JK dan Kabinetnya, sedangkan kita sendiri tidak melakukan dan
menghasilkan apa-apa.
Maka,
sebetulnya, satu-satunya yang akan membawa Indonesia lebih baik lagi itu
hanyalah memang yang baik-baik. Baik kata, baik ucapan, baik tindakan, baik
pikiran, baik budi, baik laku dan segala yang baik-baik yang bisa kita berikan,
sebagai warga Negara dan masyarakat Indonesia. Jadi bukan sekedar
menggantungkan harapan kepada Jokowi-JK, tetapi kita juga harus menuntut diri
kita berpartisipasi untuk Indonesia yang lebih baik. Yang Presiden bekerja! Yang
Menteri bekerja! Kita sendiri bekerja! Siapapun anda, apapun profesi anda.. Let’s
do it!
Depok, 27 September 2013
Depok, 27 September 2013
Komentar
Posting Komentar