“All in One’s Book”: Mencipta Produk (a)Referensi



“All in One’s Book”: Mencipta Produk (a)Referensi

oleh: M. Luthfi Ersa. F

Malam ini saya ingin sekedar sharing dan merefleksikan sesuatu yang saya pikirkan. Ketika sedang “beristirahat” setelah melewati hari-hari yang cukup melelahkan dalam menyusun Skripsi, saya mencoba untuk merenungkan kembali bahan-bahan pustaka yang saya telah saya gunakan untuk memperkuat setiap kalimat atau gagasan dalam tiap-tiap paragraf didalamnya. Selain itu saya juga memang sedang mencari bahan untuk essay saya di blog ini. Saya mencari beberapa buku standar yang digunakan untuk mencari teori dan penjelasan umum. 

Setelah saya mencari dalam tumpukan buku-buku, saya mendapati berbagai buku dengan awalan judul “pengantar”. Aih, lantaslah saya cepat-cepat mencari apa yang saya butuhkan tentang suatu teori dan latar belakang pembuat teori tersebut. Awalnya saya cukup senang karena ternyata buku-buku tersebut menyediakan penjelasan tentang yang saya butuhkan sekaligus bernostalgia karena buku itu sering sekali digunakan pada awal-awal semeter. Tapi kesenangan itu berujung pada rasa penyesalan dan rasa bersalah kepada diri saya sendiri.

Sejujurnya, penjelasan yang tertulis dalam buku itu tentu sangat inti, singkat, padat, namun kurang jelas karena tidak dieksplor lebih dalam, hingga saya baru sadar bahwa cover buku itu adalah “pengantar”. Di satu sisi saya menyalahkan buku-buku tersebut karena secara pribadi semakin banyak buku semacam itu diproduksi (meski sebetulnya memiliki isi yang sama dengan buku sejenis) maka semakin membuat para mahasiswa menjadi produk (a)Referensi seperti judul tulisan ini. Di sisi lain saya juga menyalahkan diri saya sendiri karena itu berarti selama ini saya tidak sungguh-sungguh memfokuskan diri untuk mengeksplor lebih mendalam mengenai kajian tersebut melalui referensi asli pengarangnya.

Secara objektif tentu saya tidak boleh menyalahkan secara sepihak terhadap buku-buku “pengantar” tersebut karena memang pada dasarnya buku itu secara harfiah dibuat untuk “mengantarkan” pemahaman kita secara ringkas dan sekedar memberi pemetaan/gambaran besar pada suatu studi tertentu. Namun sekali lagi, bahwa banyak bermunculan buku-buku sejenis akan mengakibatkan kita (mahasiswa) mencari jalan pintas hanya untuk memahami suatu kajian dengan membaca buku “pengantar” semata karena pada dasarnya semakin tinggi tingkat perkuliahan, maka level kedalaman materi pun juga harus memerlukan “senjata” lain yang lebih komprehensif. Yang paling mengerikan (mungkin ini agak hiperbolis) adalah membuat kita seakan-akan mengerti dan paham betul tentang hal tersebut, padahal apa yang kita “telan” hanya secuil kecil dari penjelasan aslinya.

Selain kritik bagi bukunya, saya pun sebagai mahasiswa mengkritik diri saya sendiri. Memang kesalahan fatal bagi saya yang berulang kali melakukan hal yang sama ketika membutuhkan satu penjelasan tertentu pastilah langsung mencari buku “pengantar”. Tentu bukan hal yang salah untuk dilakukan, untuk pemahaman awal okelah, tetapi saya juga pasti bisa memastikan bahwa diri saya tidak mengerti mengapa suatu teori itu dibuat? Apa latar belakang sang teoritisi? Bagaimana metode yang digunakan sang teoritisi untuk membuktikan dalilnya? 

Saya memiliki satu contoh begini, mungkin saja kita bisa menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, “Apa itu Dramaturgi dalam penjelasan Erving Goffman?”, “Apa itu Alienasi menurut Marx”, “Apa dan mengapa Suicide itu terjadi dalam analisis Durkheim?” tapi pada saat yang sama saya ragu apakah mereka dapat menjelaskan darimana asal muasal para teoritisi tersebut terinspirasi membuat konsep-konsepnya. Juga, buku berjudul apa yang mereka tulis untuk menjelaskan hal tersebut.

Saya pun –dalam kapasitas sebagai mahasiswa- menilai ada empat kultur yang menyebabkan suburnya produk (a)Referensi ini: Pertama, Sistem pengajaran yang tidak membiasakan (bukan berarti tidak pernah disuruh) mahasiswa untuk merujuk langsung karya-karya asli sang teoritisi. Kedua, Sulitnya mendapat akses untuk mendapat sumber asli tulisan para ahli (meski sekarang sudah banyak tercover melalui website e-book gratis). Ketiga, Kalaupun ada, masih banyak mahasiswa kesulitan membaca karena rata-rata ditulis dalam bahasa Inggris dan tidak sedikit mahasiswa dengan tingkat bahasa inggrisnya yang rendah, saya salah satunya, huhuhu (T___T). Keempat, ini yang paling parah, Malas! Malas mencari, Malas membaca, apalagi memahami.


Maka, saya rasa penting sekali untuk rekan-rekan mahasiswa kembali menyusur, membaca, memahami karya-karya tulisan asli para ahli yang dijadikan rujukan oleh penulis buku “pengantar”. Ini juga yang sedang saya usahakan saat ini. Karena memang hanya dengan cara itu kita dapat memahami secara komprehensif mengenai apa yang sedang kita kaji. Namun, pada akhirnya buku “pengantar” tetap menjadi salah satu pijakan yang berguna untuk masuk ke gerbang awal pemahaman, hanya ingat, jangan lupa buka daftar pustakanya dan cari rujukan sumber aslinya!


Terima Kasih..
Semoga Bermanfaat…

Komentar

Postingan Populer