Postcard Ramadhan
RAMADHAN
Marhabban Ya Ramadhan 1435 H
Denting
piano itu terus menggulirkan nadanya tanpa henti. Sang pianis sengaja mainkan
chord-chord yang ia tulis sendiri dalam kertas, lembar demi lembar. Terus
menerus tanpa henti. Sesekali menggunakan rambu-rambu, aturan-aturan ketat
untuk memainkan nada-nadanya. Denting itu berbunyi dengan aman, indah dan
teratur. Ia sengaja bermain dengan tenangnya, dalam sabarnya, dalam tekunnya,
dalam halusnya. Ia lebih memilih bermain Lento.
Ia berada dalam tataran paling cosmos
dalam sejarah perjalanan permainan musiknya.
Tetapi
di lain waktu, di lain kesempatan, sang pianis memainkan pianonya tanpa
rambu-rambu. Denting pianonya berbunyi dengan sangat tidak beraturan, temponya
sangat cepat tanpa irama dan tiada bernada, bising. Itu karena ia memainkan
pianonya dengan kerasnya, dengan ketergesaannya, dalam malas-malasnya, dalam
kasarnya. Kali ini, Allegro adalah
pilihan permainannya. Pada akhirnya ia terjerumus juga dalam tataran paling chaos sepanjang sejarah perjalanan
permainan musiknya.
Ia
membelah dirinya sendiri dalam dua fase situasi paling ekstrem yang tidak
pernah ia duga. Tapi yang pasti, ia tahu alunan nada itu itu telah tergurat
sebelumnya meski ia sendiri tak pernah tahu bagaimana kelanjutannya, akhirannya.
Itulah sebab mengapa ia terus bergerak diantara ke-cosmos-an dan ke-chaos-an
dirinya.
Hingga
datang sebuah masa singkat yang memberikannya kepastian akan purifikasi nada
yang membuat dirinya romantis. Di titik itu, ia merindukan akan ke-cosmos-an permainan musiknya lagi, ia
ingin menghapus segala kesalahan nada yang dimainkan sebelumnya. Sang pianis
itu merindu, ia bahagia, senang, ia kasmaran menantikan nada-nada yang akan
kembali utuh, tertata. Ia tentu tidak akan tahu apakah setelah masa singkat itu
nada-nada yang akan ia mainkan akan kembali terserak, tak beraturan.
Sejauh
yang ia tahu, ia harus terus melenggangkan jarinya menuliskan nada-nada di
kertas yang masih putih itu hingga sampai pada kesempatan berikutnya…
Komentar
Posting Komentar